Aku duduk di sebuah cafe dengan laptop, rokok dan segelas kopi. Jam menunjukan pukul 22.00 WIB Samar-samar aku mencium wangi parfum, yang dulu pernah menjadi wangi yang paling aku suka. Wangi parfummu. Tiba-tiba aku teringat. Saat itu, di depan rumahmu. Kita baru saja melakukan kencan pertama kita. Sehabis turun dari motor bututku, kau menempelkan bagian bawah tanganmu ke hidungku. “Gimana?” tanyamu. “Wangi.” Balasku. “Mulai sekarang inget wangi ini ya. Soalnya parfum ini yang akan selalu aku pakai setiap jalan sama kamu.” Aku balas tersenyum dan mengangguk. Pernah juga suatu waktu, kamu datang kepadaku dengan muka cemberut. “Kamu kenapa? Ada masalah di kampus?” “Nggak ada.” “Terus kenapa cemberut gitu?” “Parfum aku habis.” “Ya kan tinggal beli. Mau aku temenin?” “Nggak usah, nanti aku minta temenin Riri aja.” “Loh kenapa nggak sama aku?” “Nanti kalau kamu nemenin aku, kamu tau parfum apa yang aku pakai. Terus nanti pas kita uda...
Malam ini hujan turun di Bandung dan aku duduk sendiri di pojok kafe ditemani segelas kopi susu khas kafe ini yang bagiku tidak ada bedanya dengan kopi susu di kafe lain. Harusnya aku tidak sendiri. Ada seorang wanita yang sedang menuju ke sini untuk berbincang denganku malam ini. Tapi sialnya, hujan menghambat pertemuan kami. Sesekali aku melihat ke arah pintu masuk sambil berharap ia segera datang. Namun yang aku lihat hanya orang yang sedang berlalu-lalang. Satu jam berlalu dan aku masih saja menunggu. Rasanya aku sering sekali berada di posisi seperti ini. Datang tepat waktu sesuai dengan jam yang ditentukan, namun yang ikut menentukan, tidak menepatinya. Mungkin baginya ini hanyalah pertemuan sepele yang tidak perlu datang tepat waktu, tapi bagiku, bertemu dengannya adalah sesuatu. Aku sengaja mengosongkan waktu agar bisa bertemu. Walau hanya sesaat, setidaknya bisa berjumpa tanpa halangan layar kaca. Hujan mulai reda namun ia tak kunju...